“Ketika
matahari mulai meninggi Dracula memerintahkan penyulaan segera dimulai. Para
prajurit melakukan perintah tersebut dengan cekatakan seolah robot yang telah
dipogram. Begitu penyulaan dimulai lolong kesakitan dan jerit penderitaan segera
memenuhi segala penjuru tempat itu. Mereka, umat Islam yang malang ini sedang
menjemput ajal dengan cara yang begitu mengerikan. Mereka tak sempat lagi
mengingat kenangan indah dan manis yang pernah mereka alami.”
Tidak
hanya orang dewasa saja yang menjadi korban penyulaan, tapi juga bayi. Hyphatia
memberikan pemaparan tetang penyulaan terhadap bayi sebagai berikut:
“Bayi-bayi yang disula tak sempat
menangis lagi karena
mereka langsung sekarat begitu ujung
sula menembus perut mungilnya.
Tubuh-tubuh para korban itu meregang
di kayu sula untuk menjemput ajal.”
Kekejaman
seperti yang telah dipaparkan di atas itulah yang selama ini disembunyikan oleh
Barat. Menurut Hyphatia hal ini terjadi karena dua sebab. Pertama, pembantaian
yang dilakukan Dracula terhadap umat Islam tidak bisa dilepaskan dari Perang
Salib. Negara-negara Barat yang pada masa Perang Salib menjadi pendukung utama
pasukan Salib tak mau tercoreng wajahnya. Mereka yang getol mengorek-ngorek
pembantaian Hilter dan Pol Pot akan enggan membuka “kebusukan” mereka sendiri.
Hal
ini sudah menjadi tabiat Barat yang selalu ingin menang sendiri. Kedua, Dracula
merupakan pahlawan bagi pasukan Salib. Betapapun kejamnya Dracula maka dia akan
selalu dilindungi nama baiknya. Dan, sampai saat ini di Rumania , Dracula masih
menjadi pahlawan. Sebagaimana sebagian besar sejarah pahlawan-pahlawan pasti
akan diambil sosok superheronya dan dibuang segala kejelekan, kejahatan dan
kelemahannya.
Bram Stroker, Pengarang Cerita Drakula
Guna
menutup kedok kekejaman mereka, Barat terus-menerus menyembunyikan siapa
sebenarnya Dracula. Seperti yang telah dipaparkan di atas, baik lewat karya
fiksi maupun film, mereka berusaha agar jati diri dari sosok Dracula yang
sebenarnya tidak terkuak. Dan, harus diakui usaha Barat untuk mengubah sosok
Dracula dari fakta menjadi fiksi ini cukup berhasil. Ukuran keberhasilan ini
dapat dilihat dari seberapa banyak masyarakat-khususnya umat Islam
sendiri-yang mengetahui tentang siapa sebenarnya Dracula. Bila jumlah mereka
dihitung bisa dipastikan amatlah sedikit, dan kalaupun mereka mengetahui
tentang Dracula bisa dipastikan bahwa penjelasan yang diberikan tidak akan jauh
dari penjelasan yang sudah umum selama ini bahwa Dracula merupakan vampir yang
haus darah.
Selain
membongkar kebohongan yang dilakukan oleh Barat, dalam bukunya Hyphatia juga
mengupas makna salib dalam kisah Dracula. Seperti yang telah umum diketahui
bahwa penggambaran Dracula yang telah menjadi fiksi tidak bisa dilepaskan dari
dua benda, bawang putih dan salib. Konon kabarnya hanya dengan kedua benda
tersebut Dracula akan takut dan bisa dikalahkan. Menurut Hyphatia pengunaan
simbol salib merupakan cara Barat untuk menghapus pahlawan dari musuh
mereka-pahlawan dari pihak Islam-dan sekaligus untuk menunjukkan superioritas
mereka.
Siapa
pahlawan yang berusaha dihapuskan oleh Barat tersebut? Tidak lain Sultan Mahmud
II (di Barat dikenal sebagai Sultan Mehmed II).
|
Sultan Mehmed II (Wikipedia)
|
Sang
Sultan merupakan penakluk Konstantinopel yang sekaligus penakluk Dracula. Ialah
yang telah mengalahkan dan memenggal kepala Dracula di tepi Danua Snagov. Namun
kenyataan ini berusaha dimungkiri oleh Barat. Mereka berusaha agar merekalah
yang bisa mengalahkan Dracula. Maka diciptakanlah sebuah fiksi bahwa Dracula
hanya bisa dikalahkan oleh salib. Tujuan dari semua ini selain hendak
mengaburkan peranan Sultan Mahmud II juga sekaligus untuk menunjukkan bahwa
merekalah yang paling superior, yang bisa mengalahkan Dracula si Haus Darah.
Dan, sekali lagi usaha Barat ini bisa dikatakan berhasil.
Sultan
Muhammad Al-Fatih saat berhasil merebut kembali Kota Konstantinopel
Utusan Sultan Mehmed II di Kastil Vlad
Dracul (Wikipedia)
yang
sampai saat ini belum terungkap dengan jelas, keturunan Dracula, macam-macam
penyiksaan Dracula dan sepak terjang Dracula yang lainnya.
Sebagai penutup tulisan ini bisa disimpulkan bahwa suatu penjajahan
sejarah tidak kalah berbahayanya dengan bentuk penjajahan yang lain-politik,
ekonomi, budaya, dll. Penjajahan sejarah ini dilakukan secara halus dan
sistematis, yang apabila tidak jeli maka kita akan terperangkap di dalamnya.
Oleh karena itu, sikap kritis terhadap sejarah merupakan hal
yang
amat dibutuhkan agar kita tidak terjerat dalam penjajahan sejarah. Sekiranya
buku karya Hyphatia ini-walaupun masih merupakan langkah awal-bisa dijadikan
pengingat agar kita selalu kritis terhadap sejarah karena ternyata penjajahan
sejarah itu begitu nyata ada di depan kita.
" Wikipedia
pun mengkonfirmasikan eksistensi historis
Dracula yang membantai ribuan Muslim dengan
cara menusuk/mensula
(impale) "
Sumber : Dracula,
Pembantai Umat Islam dalam Perang Salib
Ditulis pada Maret 1,
2008 oleh agungsulistyo (Makalah ini disampaikan dalam bedah buku Dracula,
Pembantai Umat Islam dalam Perang Salib” di auditorium Fakultas Ilmu Budaya UGM
Oleh: Ragil Nugroho)
|